Custom Search

Minggu, 14 September 2014

ADAT ISTIADAT BALI

Kalau kita bepergian kesuatu tempat barangkali ada baiknya kita mengetahui sedikit banyak kebiasaan ataupun adat istiadat masyarakat setempat agar kita bisa dengan cepat menyesuaikaan diri terhadap lingkungan yang baru. Ibarat kata pepatah di mana bumi di pijak di sanalah langit di junjung.

Keunikan adat istiadat di Bali tidak bisa di lepaskan dari pengaruh kebudayaan pada masa pemerintahan raja raja Majapahit sebab berdirinya berbagai kerajaan Hindu di Bali merupakan warisan luhur budaya nenek moyang pada masa itu.

Adat istiadat di Bali merupakan cerminan kehidupan masyarakat yang berbudaya tinggi yang berpedoman pada ajaran Hindu yang di yakini sebagai ajaran kebenaran yang bersumber dari Tuhan. Dalam realisasinya kehidupan masyarakat di Bali dapat di bedakan menjadi beberapa golongan ataupun tingkatan yang di sesuaikan dengan fungsi dan tugasnya masing masing atau yang lebih di kenal dengan sebutan kasta. Adapun golongan di maksud terdiri dari Brahmana, Kesatria, Waisya dan Sudra.

Berdasarkan sejarahnya ke empat golongan di maksud di buat berdasarkan garis keturunan dari para raja yang berkuasa saat itu yang sampai dengan saat ini di jadikan sebuah acuan dalam pelaksaaan berbagai macam kegiatan upacara keagamaan masyarakat di Bali.

Keempat golongan tersebut terdiri dari:

Brahmana

Mereka yang di golongkan ke dalam kasta Brahmana memiliki fungsi dan tugas untuk memimpin upacara keagamaan. Mereka yang di golongkan ke dalam golongan ini di yakini memiliki kemampuan dan juga pengetahuan yang lebih luas berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya sebagaimana yang di jalankan oleh para rohaniawan pada masa pemerintahan raja raja Majapahit.

Berdasarkan garis keturunannya pemberian nama atau gelar pada setiap golongan berbeda beda. Golongan Brahmana sendiri bergelar Ida Bagus untuk kaum laki laki sementara Ida Ayu merupakan gelar atau sebutan yang di tujukan kepada kaum perempuan.

Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya kedudukan kasta Brahmana tidak bisa di gantikan oleh kasta yang lain sekalipun ada dari mereka memiliki kemampuan atau pengetahuan lebih luas dari golongan Brahmana itu sendiri.

Demikian juga halnya dengan pengangkatan seorang pendeta atau pedanda tidak boleh di lakukan sembarangan, semua harus mengacu pada sebuah ketentuan yang telah di tetapkan oleh raja dan juga rohaniawan Hindu yang paham betul terhadap sejarah penyebarannya dan telah di jalankan secara turun temurun.

Sama halnya dengan sejarah perjalanan para Maha Rsi saat pertama kali datang ke Bali, pada saat ini golongan Brahmana juga memiliki banyak pengikut (sisya) sesuai dengan garis keturunannya masing masing. Itu artinya warisan budaya dan adat istiadat yang telah di wariskan mulai sejak pemerintahan raja raja Majapahit tidak pernah kekang oleh waktu.

Rasa kebersamaan dan gotong royong antar berbagai golongan sampai dengan saat ini masih tetap terjaga dengan baik, terbukti dalam setiap kegiatan upacara keagamaan mereka tetap menempatkan golongan Brahmana sebagai pucuk pimpinan dalam muput atau menyelesaikan berbagai macam kegiatan upacara keagamaan.

Kesatria

Yang termasuk ke dalam golongan Kestaria adalah mereka yang memiliki kedudukan sebagai bangsawan yang dalam fungsi dan tugasnya memiliki peran sebagai penegak rasa keadilan masyarakat. Pada masa pemerintahan raja raja Hindu terdahulu yang di kategorikan sebagai seorang kesatria adalah mereka yang duduk sebagai prajurit atau punggawa dan di beri gelar anak Agung.

Dalam kultur masyarakat Bali keberadaan seorang kesatria memiliki peran penting dan mereka biasanya selalu di libatkan dalam setiap kegiatan kemasyarakatan seperti halnya penerapan awig ataupun aturan yang di berlakukan pada masing masing desa adat ataupun desa pekraman. Dalam pelaksanaan tugasnya mereka biasanya di percaya sebagai tokoh adat.

Waisya

Mereka yang berprofesi sebagai pedagang dan pekerja di bidang ekonomi lainnya di golongkan sebagai kasta waisya. Berdasarkan garis keturunannya mereka di beri gelar I Gusti Bagus dan Ni Gusti Ayu yaitu sebutan untuk kaum laki laki dan juga perempuan.

Dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya mereka yang di golongkan kedalam kasta Waisya memiliki peran yang cukup penting dalam upaya membantu pemerintah dalam meningkatkan pendapatannya.

Sudra

Golongan Sudra adalah golongan masyarakat yang memiliki fungsi dan tugas sebagai pelaksana tugas sehari hari yang di canangkan oleh pemerintah. Mereka yang di golongkan ke dalam kasta Sudra meliputi para petani, buruh, nelayan dan juga para pekerja kasar lainnya.

Berdasarkan garis keturunannya mereka yang di golongkan ke dalam kasta Sudra tidak memiliki gelar apapun. Pemberian nama hanya di dasarkan atas urutan kelahirannya. Anak pertama di berikan nama Wayan, anak kedua Made, anak ketiga Komang dan anak ke empat di beri nama Ketut. Pemberian nama antara kaum laki laki dan perempuan bisa di bedakan dari nama awalnya di mana untuk kaum laki laki biasanya berawal dari I sementara kaum perempuan di awali dengan Ni kemudian baru di ikuti dengan nama aslinya.

Bagi mereka yang tidak memahami sejarah pemberian nama untuk orang Bali terkadang merasa bingung untuk membedakannya karena hampir semua penduduk asli Bali memiliki nama yang sama yakni wayan, made, komang dan ketut. Pemberian keempat istilah nama tersebut memiliki makna tersendiri yang di ambil dari bahasa asli penduduknya yaitu Bahasa Bali. Kata Wayan berarti wayah (tertua), Made berarti di tengah (middle), Komang berarti lanjutan sementara Ketut berarti Ngatut (terakhir). dan untuk bisa membedakannya di sarankan untuk mengetahui namanya secara lengkap.

Ibaratkan sebuah kehidupan ekosistem keberadaan keempat kasta ini mulai dari kasta Brahmana - Ksatria - Waisya dan Sudra merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan dalam upaya meningkatkan kesejahtraan masyarakat secara menyeluruh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar